KEBIJAKAN
PUBLIK
Ø Pengaruh
akhlak terhadap proses perumusan kebijakan publik
Sebelum
kita masuk kepada pengaruh akhlak terhadap proses perumusan kebijakanpublik,
terlebih dahulu kita harus tahu dan mengetahui apa itu kebijakan public
Menurut
N.Dunn, menyatakan bahwa kebijakan public adalah “ pola ketergantungan,
termasuk keputusan-keputusan untuk bertindak yang dibuat oleh badan atau kantor
pemerintahan.
Kebijakan
public merupakan semacam jawaban terhadap suatu masalah karena merupakan upaya
memecahkan, mengurangi dan mencegah suatu keburukkan serta sebaliknya menjadi
penganjur inovasi serta pemuka terjadinya kebaikkan dengan cara terbaik dan
tindakkan terarah, dapat dirumuskan pola bahwa pengetahuan tentang kebijakan
public adalah pengaruh tentang sebab-sebab, konsekuensi dan kinerja kebijakan
dan program public. Yang pada intinya kebijakan public adalah merupakan
serangkaian keputusan yang dibuat oleh suatu pemerintahan untuk mencapai suatu
tujuan dalam bentuk peraturan-peraturan pemerintah.
Kebijakan
public yang baik adalah formulasi kebijakan public yang berorientasi pada
implementasi dan evaluasi. Sebab seringkali pada pengambilan kebijakan
beranggapan bahwa formulasi kebijakan yang baik itu adalah sebuah uraian kosep
yang cacat dengan pesan-pesan ideal dan normatif. Namun, tidak membumi. Padahal
sesungguhnya formulasi kebijkan public yang baik itu adalah sebuah uraian atas
kematangan pembacaaan realitas sekaligus alternative solusi yang feksibel
terhadap realitas tersebut.
Setiap
masyarakat atau bangsa pasti mempunyai pengaruh yang menjdai landasan sikap,
normal, perilaku, dan perbuatan mereka untuk mencapai apa yang dicita-citakan.
Dengan pegangan moral itu mana yang baik dan mana yang buruk, benar dan salah
serta mana yang dianggap ideal dan tidak oleh karena itu dimanapun kita
bermasyarakat, untuk itu kepada birokrasi diberikan negatif, yakni tindakan hukum
yang sah untuk mengatur kehidupan masyarakat
melalui instrument yang disebut kebijakan public.
Sebagai
suatu produk hukum, kebijakan public berisi perintah (keharusan) atau larangan,
barang siapa yang melanggar perintah atau melaksanakan perbuatan tertentu yang
dilarang, maka akan dikenakan sanksi tertentu pola. Inilah implikasi yoridis
dari suatu kebijakan public, dengan kata lain pendekatan yudiris terhadap kebijakanpublik
kurang memperhatikan aspek dampak atau kemanfaatan kebijkan tersebut. Itulah
sebabnya sering kita saksikan bahwa kebijkan pemerintah sering ditolak oleh
masyarakat (public veto ) bahwa kebijakan karena kurang mempertimbangkan
dimensi etis dan moral dalam masyarakat oleh karena itu suatu kebijakkan public hendaknya tidak hanya
menonjolkan nilai-nilai benar-salah, tetapi harus lebih kembangkan kepada
sosialisasi nilai-nilai baik-buruk sebab suatu tindakan yang benar menurut
hukum belum tentu baik moral dan etis.
Dalam
wacana kebijkan public telah lama didengungkan akan makna pentingnya orientasi
pada pelayanan public. Titik fokusnyapun terarah pada pemenuhan
kebutuhan-kebutuhan public.
Isu
tentang etika berokrasi didalam pelayanan public di Indonesia selama ini kurang
dibahas secara luas dan tuntas sebagaimana terdapat dinegara maju meskipun
telah disadari bahwa salah satu kelemahan dasar dalam pelayanan public di
Indonesia adalah masalah moralitas, etika dilihat sebagai elemen yang kurang
berklain dengan dunia pelayaran public, etika merupakan salah satu elemen yang
sangat menentukan keputusan public yang dilayani sekaligus keberhasilan
organisasi didalam melaksanakan pelayanan public itu sendiri.
Elemen
ini harus diperhatikan dalam setiap fase pelayanan public mulai dari penyusunan
kebijakan pelayanan, desain struktur organisasi pelayanan tersebut dengan
menggunakan nilai-nilai yang berlaku umum, seperti nilai kebaikan, kebeban,
kesetaraan dan keadilan, kita dapa menilai apakah para actor tersebut jujur
atau tidak dalam penyusunan kebijakan, adil atau tidak adil dalam menempatkan
orang dalam unit dan jabatan yang tersedia dan bohong atau tidak dalam
melaporkan hasil manajemen pelayanan.
Pelayanan
public adalah suatu cara dalam melayani public dengan menggunakan
kebiasaan-kebiasaan yang mengandung nilai-nilai hidup dan hokum atau norma yang
mengatur tingkah laku manusia dalam sehubungan dengan sesamanya.
Dengan
demikian kekuasaan membuat kebijakan public berada pada kekuasaan public dan
melaksanakan kebijkan politik tadi merupakan kekuasan administrasi public.
Namun karena administrasi public dalam menjalankan kebijakan public tadi
memiliki kekurangan secara umum, keleluasan dalam menggunakan kebijakan public
dalam bentuk program dan proyek, maka timbul pertanyaan apakah ada jaminan dan
bagaimana menjamin bahwa kewenangan. Itu digunakan secara baik dan tidak atas
dasar inilah etika diperlukan dalam administrasi public. Etika dapat dijadikanpedoman,
referensi, petunjuk tentang apa yang harus dilakukan dalam menjalankan kebijakan politik.
Hummel
( dalam Widodo 2001) mengatakan bahwa birokrasi sebagai bentuk organisasi yang
ideal telah meruska dirinya dan masyarakatnya dengan kebiadaaan nilai-nilai,
norma-norma dan etika yang berpusat pada manusia, jadi birokrasi melenceng dari
keadaan yang seharusnya. Birokrasi selalu dilihat sebagai masalah teknis dan
bukan masalah moral, sehinggal timbul berbagai persoalan dalam bekerjanya
birokrasi public.
Sementara
itu pemahaman mengenai pelayanan public yang disediakan oleh birokrasi
merupakan wujud dari fungsi aparat birokrasi sebagai abdi masyarakat dan abdi
Negara, sehingga dapat mensejahterakan masyarakat. Sehubungan dengan hal tersebut
Thohal (1998) mengatakan bahwa kondisi masyarakat terjadi suatu perkembangan
yang sangat dimanis, tingkat kehidupan masyarakat yang semakin sadar akan apa
yang menjadi hak dan kewajiban dalam hidup bermasyarakat. Berbangsa dan bernegara masyarakat tumbuh berani dalam mengajukan
tuntutan, keinginan dan aspirasinya kepada pemerintah, masyarakat semakin
kritis dan semakin berani untuk melakukan control terhadap apa yang dilakukan
oleh pemerintah
Dengan
kondisi masyarakat yang semakin krutus, birokrasi public dituntut mengubah
posisi dan peran dalam memberikan pelayanan public yaitu dari yang suka
menggunakan pendekatan kekuasaan menjadi suka menolong kearah yang feksibel
kolaborasi dan dialogis. Dan dari cara-cara yang slogis menuju cara
kerja yang realitik pragmasil, dalam kondisi masyarakay yang digambarkan maka
aparat birokrasi harus dapat membrikan layanan public yang professional,
efektif, efesien, sederhana, trasparan, terbuka, tapt waktu dan dapat membangun
kualiats manusia dala arti dala meningkatkan kapasitas individu dan masyarakt
untuk secara aktif menentukan masa depannya sendiri .
Selanjutnya
pelayanan public yang professional adalah pelayanan public yang dicirikan oleh
adanya akun tabilisus dan responsibilitas dari pemberi layana, yaitu operator pemerintah.
Menurut
Keban ( 2001) kode etik pelayanan public
di Indonesia masih terbatas pada beberapa profesi seperti ahli hukum dan
kedokteran sementara kode etik untuk profesi yang lain masih belum Nampak ada
yang mengatajan bahwa kita tidak perlu kode etik karena secara umum kita telah
memiliki, nilai-nilai agama, etika moral pancasila bahkan sudah sumpah pegawai
negerei yang diucapkan sehapapel bendera pendapatan tersebut tidak salah, namun
harus diakui katiadaan kode etik ini
telah member peluang bagi para pemberi palayanan untuk mengenyampingkan
kepentingan public , kehadiran kode etik itu sendiri lebih berfungsi sebagai
alat control langsung bagi perilaku para pegawai atau pejabat dalam bekerja.
Dalam konteks ini lebih ….. adalah bahwa kode etik itu hanya sekedar ada,
tetapi juga dinilai tingkat implementasinya dalam mrnyatakan, bahkan
berdasarkan penialaian implementasi tersebut
kode etik tersebut kemudaian dikembangkan atau terisi agar selalu sesuai
dengan tuntunan perubahan jaman.
Dalam
praktek pelayanan public saat ini di Indonesia, seharusnya kita selalu memberi
perhatian terhadap dilemma diatas atau dengan kata lain para pemberi pelayanan
public harus mempelajari norma-norma etika yang bersifat Universal. Karena
dapat digunakan sebagai penuntun tingkah lakunya, akan tetapi norma-norma
tersebut juga terkait situasi sehingga menerima
norma-norma tersebut sebaiknya tidak secara kaku. Bertindak seperti ini
menunjukan suatu kedewasaan dalam beretika.
Kelemahan
kita terletak pada ketiadaan atau keterbatasannya kode etik. Demikian pola
kebebasan dalam menguji dan
mempertanyakan norma-norma moralitas yang sudah ada tanpa melihat perubahan
jaman. Kita juga masih membiarkan diri kita didik oleh pihak luar sehingga
belum terjadi. Otonomi beretika kadang-kadang kita juga masih membiarkan diri
kita untuk mendahulukan kepentingan
tertentu tanpa memperhatikan konteks organisasi
public yang menghendaki perilaku yang sama kepada semua suku. Harus ada
kedewasaan untuk melihat dimana kita
berada dan tingkahlaku hirarki etika manakah yang paling tepat untuk
diterapkan. Kebijakan public yang baik
adalah formulasi.
Factor-faktor
yang mempengaruhi pembuatan keputusan
/kebijakan menurut Nigro and nigro adalah adnya pengaruh tekanan dari luar,
adanya pengaruh kebiasaan lama, adanya pengaruh sifat-sifat pribadi, adanya
pengaruh keadaan masa lalu. Hal tersebut selalu saja terjadi pada setiap usaha
perumusan kebijakan khususnya kebijakan yang dibuat oleh pemerintah untuk
kepentingan rakyat diman ternyata pada kenyataannya proses penentuan keputusan
atau kebijakan tersebut untuk dengan berbagai macam pengaruh-pengaruh yang bersifat negarif sebaliknya kesalahan-kesalahan
umum yang sering terjadi dalam proses pembuatan keputusan seperti cara berpikir
yang sempit, adanya asumsi bahwa masa depan akan mengulangi masa lalu, terlampau
menyederhanakan sesuatu, terlampau menggantukan pada pengalaman seseorang tidak
adanya keinginan untuk melakukan
percobaan, kewenangan membuat keputusan.
Kesalahan-kesalahan
tersebut merupakan kesalahan yang sangat fatal sekali khususnya didalam
pembuatan suatu kebijakan yang menyangkut kepentingan bersama, sehingga
semaksimal mungki kesalahan tersebut harus diminimalisir atau dihilangkan jika
tidak ingin mendapatkan masalah pada tahap pengimplementasian dilapangan yang
berdampak pada citra bruk para penentu kebijakan tersebut sekaligus kebijakan
itu sendiri.
Kebijakan-kebijakan
akan sekedar berupa impian atau rencana bagus yang tersimpan rapi dalam arsip
jika tidak di implementasikan, oleh sebab itu implementasi kebijakan penuh
dilakukan secara arif, bersifat situasional mengacu pada semangat kompetensi
dan berkemanusiaan pemberdayaan, penerapan merupakan kemampuan untuk
membentuk hubungan-hubungan lebih lanjut
dalam rangkaian sebab akibat yang menghubungkan tindakan dengan tujuan.
Cukup
sulit untuk membuat suatu kebijakan public yang baik dan adil dan lebih sulit
lagi untuk melaksanakannya dalam bentuk dan cara yang memuaskan semua orang .
masalah lainya adalah kesulitan dalam memenuhi tuntutan berbagai kelompok yang
dapat menyebabkan knflik yang mendorong berkembangnya pemikiran politk sebagai
konflik.
Jadi
titik sentral politk itu sebenarnya bicara tentang kebaikkan bagi public yang
sesungguhnya adalah bagian kerja kita sebagai umat islam karenanya didalam
Al-Qur’an kita dapat seruan Allah agar kita menjadi manusia Rabbani sebagaimana
disampaikan “ tidak wajar bagi seorang manusia yang telah Allah berikan
kepadanya Al-Qitab hikmah dan kenabian, lalu dia berkata kepada manusia “. Hendaklah kamu menjadi penyembah-penyembahku,
bukan penyembah Allah, akan tetapi dia berkata “ hendaklah kamu menjadi
orang-orang yang Rabbani, karena kamu selalu mengajari Al-kitab dan disebabkan
kamu tetap mempelajarinya (QS. Ali Imran : 79). Terkait dengan makna rabbani
ini, apa penjelasannya sebagian masyarakat
masih memandang politik itu buruk? Menurut hemat saya setidaknnya ada
dua factor yaitu kepahaman dan produktifitas, kepahaman diri maksudnya adalah
adanya kemungkinan masyarakat yang kurang
memahami asal kedudukan asal politik, baik dalam tinjauan umum maupun
agama. Sehingga definisi dan politik yang bias jadi adalah praktek-pratik tidak terpuji yang dilakukan oleh
sebagian actor-aktor politik tertentu.
Resepsi
negative masyarakat tentang politk dapat berdampak pada minimnya
partisipasi dalam kegiatan politik atau hilangnya kepedulian orang-orang baik kepada urusan politik adapun yang kami maksud
produktifitas adalah bahwa semua proses politik yang berjalan harus politik
yang terjadi. Semakin banyak masyarakat merasakan dampak positifnya kegiatan
politik, semakin hormat masyarakat terhadap aktifitas-aktifitas politik dan
pada gilirannya akan dapat menumbuhkan harapan public terhadap praktek politik
yang sehat dan bermartabat.
pemerintahanpublik_pembahasan.comcatatan :
maaf apabila ada kesalahan penulisan
dan kesalahan nama serta kalimat
mohon masukkannya!!
dan kesalahan nama serta kalimat
mohon masukkannya!!
thanks...!!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar