Translate

Jumat, 19 April 2013

KEBIJAKAN PUBLIK

kebijakan publik_pembahanterbuka.com
KEBIJAKAN PUBLIK

Ø  Pengaruh akhlak terhadap proses perumusan kebijakan publik
Sebelum kita masuk kepada pengaruh akhlak terhadap proses perumusan kebijakanpublik, terlebih dahulu kita harus tahu dan mengetahui apa itu kebijakan public
Menurut N.Dunn, menyatakan bahwa kebijakan public adalah “ pola ketergantungan, termasuk keputusan-keputusan untuk bertindak yang dibuat oleh badan atau kantor pemerintahan.

Kebijakan public merupakan semacam jawaban terhadap suatu masalah karena merupakan upaya memecahkan, mengurangi dan mencegah suatu keburukkan serta sebaliknya menjadi penganjur inovasi serta pemuka terjadinya kebaikkan dengan cara terbaik dan tindakkan terarah, dapat dirumuskan pola bahwa pengetahuan tentang kebijakan public adalah pengaruh tentang sebab-sebab, konsekuensi dan kinerja kebijakan dan program public. Yang pada intinya kebijakan public adalah merupakan serangkaian keputusan yang dibuat oleh suatu pemerintahan untuk mencapai suatu tujuan dalam bentuk peraturan-peraturan pemerintah.

Kebijakan public yang baik adalah formulasi kebijakan public yang berorientasi pada implementasi dan evaluasi. Sebab seringkali pada pengambilan kebijakan beranggapan bahwa formulasi kebijakan yang baik itu adalah sebuah uraian kosep yang cacat dengan pesan-pesan ideal dan normatif. Namun, tidak membumi. Padahal sesungguhnya formulasi kebijkan public yang baik itu adalah sebuah uraian atas kematangan pembacaaan realitas sekaligus alternative solusi yang feksibel terhadap realitas tersebut.

Setiap masyarakat atau bangsa pasti mempunyai pengaruh yang menjdai landasan sikap, normal, perilaku, dan perbuatan mereka untuk mencapai apa yang dicita-citakan. Dengan pegangan moral itu mana yang baik dan mana yang buruk, benar dan salah serta mana yang dianggap ideal dan tidak oleh karena itu dimanapun kita bermasyarakat, untuk itu kepada birokrasi diberikan negatif, yakni tindakan hukum yang sah untuk mengatur kehidupan masyarakat  melalui instrument yang disebut kebijakan public.

Sebagai suatu produk hukum, kebijakan public berisi perintah (keharusan) atau larangan, barang siapa yang melanggar perintah atau melaksanakan perbuatan tertentu yang dilarang, maka akan dikenakan sanksi tertentu pola. Inilah implikasi yoridis dari suatu kebijakan public, dengan kata lain pendekatan yudiris terhadap kebijakanpublik kurang memperhatikan aspek dampak atau kemanfaatan kebijkan tersebut. Itulah sebabnya sering kita saksikan bahwa kebijkan pemerintah sering ditolak oleh masyarakat (public veto ) bahwa kebijakan karena kurang mempertimbangkan dimensi etis dan moral dalam masyarakat oleh karena itu suatu  kebijakkan public hendaknya tidak hanya menonjolkan nilai-nilai benar-salah, tetapi harus lebih kembangkan kepada sosialisasi nilai-nilai baik-buruk sebab suatu tindakan yang benar menurut hukum belum tentu baik moral dan etis.
Dalam wacana kebijkan public telah lama didengungkan akan makna pentingnya orientasi pada pelayanan public. Titik fokusnyapun terarah pada pemenuhan kebutuhan-kebutuhan public.
Isu tentang etika berokrasi didalam pelayanan public di Indonesia selama ini kurang dibahas secara luas dan tuntas sebagaimana terdapat dinegara maju meskipun telah disadari bahwa salah satu kelemahan dasar dalam pelayanan public di Indonesia adalah masalah moralitas, etika dilihat sebagai elemen yang kurang berklain dengan dunia pelayaran public, etika merupakan salah satu elemen yang sangat menentukan keputusan public yang dilayani sekaligus keberhasilan organisasi didalam melaksanakan pelayanan public itu sendiri.  

Elemen ini harus diperhatikan dalam setiap fase pelayanan public mulai dari penyusunan kebijakan pelayanan, desain struktur organisasi pelayanan tersebut dengan menggunakan nilai-nilai yang berlaku umum, seperti nilai kebaikan, kebeban, kesetaraan dan keadilan, kita dapa menilai apakah para actor tersebut jujur atau tidak dalam penyusunan kebijakan, adil atau tidak adil dalam menempatkan orang dalam unit dan jabatan yang tersedia dan bohong atau tidak dalam melaporkan hasil manajemen pelayanan.

Pelayanan public adalah suatu cara dalam melayani public dengan menggunakan kebiasaan-kebiasaan yang mengandung nilai-nilai hidup dan hokum atau norma yang mengatur tingkah laku manusia dalam sehubungan dengan sesamanya.

Dengan demikian kekuasaan membuat kebijakan public berada pada kekuasaan public dan melaksanakan kebijkan politik tadi merupakan kekuasan administrasi public. Namun karena administrasi public dalam menjalankan kebijakan public tadi memiliki kekurangan secara umum, keleluasan dalam menggunakan kebijakan public dalam bentuk program dan proyek, maka timbul pertanyaan apakah ada jaminan dan bagaimana menjamin bahwa kewenangan. Itu digunakan secara baik dan tidak atas dasar inilah etika diperlukan dalam administrasi public. Etika dapat dijadikanpedoman, referensi, petunjuk tentang apa yang harus dilakukan  dalam menjalankan kebijakan politik.

Hummel ( dalam Widodo 2001) mengatakan bahwa birokrasi sebagai bentuk organisasi yang ideal telah meruska dirinya dan masyarakatnya dengan kebiadaaan nilai-nilai, norma-norma dan etika yang berpusat pada manusia, jadi birokrasi melenceng dari keadaan yang seharusnya. Birokrasi selalu dilihat sebagai masalah teknis dan bukan masalah moral, sehinggal timbul berbagai persoalan dalam bekerjanya birokrasi public. 

Sementara itu pemahaman mengenai pelayanan public yang disediakan oleh birokrasi merupakan wujud dari fungsi aparat birokrasi sebagai abdi masyarakat dan abdi Negara, sehingga dapat mensejahterakan masyarakat. Sehubungan dengan hal tersebut Thohal (1998) mengatakan bahwa kondisi masyarakat terjadi suatu perkembangan yang sangat dimanis, tingkat kehidupan masyarakat yang semakin sadar akan apa yang menjadi hak dan kewajiban dalam hidup bermasyarakat. Berbangsa  dan bernegara  masyarakat tumbuh berani dalam mengajukan tuntutan, keinginan dan aspirasinya kepada pemerintah, masyarakat semakin kritis dan semakin berani untuk melakukan control terhadap apa yang dilakukan oleh pemerintah

Dengan kondisi masyarakat yang semakin krutus, birokrasi public dituntut mengubah posisi dan peran dalam memberikan pelayanan public yaitu dari yang suka menggunakan pendekatan kekuasaan menjadi suka menolong kearah yang feksibel kolaborasi  dan dialogis.  Dan dari cara-cara yang slogis menuju cara kerja yang realitik pragmasil, dalam kondisi masyarakay yang digambarkan maka aparat birokrasi harus dapat membrikan layanan public yang professional, efektif, efesien, sederhana, trasparan, terbuka, tapt waktu dan dapat membangun kualiats manusia dala arti dala meningkatkan kapasitas individu dan masyarakt untuk secara aktif menentukan masa depannya sendiri .

Selanjutnya pelayanan public yang professional adalah pelayanan public yang dicirikan oleh adanya akun tabilisus dan responsibilitas dari  pemberi layana, yaitu operator pemerintah.

Menurut  Keban ( 2001) kode etik pelayanan public di Indonesia masih terbatas pada beberapa profesi seperti ahli hukum dan kedokteran sementara kode etik untuk profesi yang lain masih belum Nampak ada yang mengatajan bahwa kita tidak perlu kode etik karena secara umum kita telah memiliki, nilai-nilai agama, etika moral pancasila bahkan sudah sumpah pegawai negerei yang diucapkan sehapapel bendera pendapatan tersebut tidak salah, namun harus diakui  katiadaan kode etik ini telah member peluang bagi para pemberi palayanan untuk mengenyampingkan kepentingan public , kehadiran kode etik itu sendiri lebih berfungsi sebagai alat control langsung bagi perilaku para pegawai atau pejabat dalam bekerja. Dalam konteks ini lebih ….. adalah bahwa kode etik itu hanya sekedar ada, tetapi juga dinilai tingkat implementasinya dalam mrnyatakan, bahkan berdasarkan penialaian implementasi tersebut  kode etik tersebut kemudaian dikembangkan atau terisi agar selalu sesuai dengan tuntunan perubahan jaman.

Dalam praktek pelayanan public saat ini di Indonesia, seharusnya kita selalu memberi perhatian terhadap dilemma diatas atau dengan kata lain para pemberi pelayanan public harus mempelajari norma-norma etika yang bersifat Universal. Karena dapat digunakan sebagai penuntun tingkah lakunya, akan tetapi norma-norma tersebut juga terkait situasi sehingga menerima  norma-norma tersebut sebaiknya tidak secara kaku. Bertindak seperti ini menunjukan suatu kedewasaan dalam beretika.

Kelemahan kita terletak pada ketiadaan atau keterbatasannya kode etik. Demikian pola kebebasan  dalam menguji dan mempertanyakan norma-norma moralitas yang sudah ada tanpa melihat perubahan jaman. Kita juga masih membiarkan diri kita didik oleh pihak luar sehingga belum terjadi. Otonomi beretika kadang-kadang kita juga masih membiarkan diri kita untuk mendahulukan  kepentingan tertentu tanpa memperhatikan konteks organisasi  public yang menghendaki perilaku yang sama kepada semua suku. Harus ada kedewasaan untuk melihat dimana  kita berada dan tingkahlaku hirarki etika manakah yang paling tepat untuk diterapkan.  Kebijakan public yang baik adalah formulasi.

Factor-faktor yang mempengaruhi  pembuatan keputusan /kebijakan menurut Nigro and nigro adalah adnya pengaruh tekanan dari luar, adanya pengaruh kebiasaan lama, adanya pengaruh sifat-sifat pribadi, adanya pengaruh keadaan masa lalu. Hal tersebut selalu saja terjadi pada setiap usaha perumusan kebijakan khususnya kebijakan yang dibuat oleh pemerintah untuk kepentingan rakyat diman ternyata pada kenyataannya proses penentuan keputusan atau kebijakan tersebut untuk dengan berbagai macam pengaruh-pengaruh  yang bersifat negarif sebaliknya kesalahan-kesalahan umum yang sering terjadi dalam proses pembuatan keputusan seperti cara berpikir yang sempit, adanya asumsi bahwa masa depan akan mengulangi masa lalu, terlampau menyederhanakan sesuatu, terlampau menggantukan pada pengalaman seseorang tidak adanya  keinginan untuk melakukan percobaan, kewenangan membuat keputusan.

Kesalahan-kesalahan tersebut merupakan kesalahan yang sangat fatal sekali khususnya didalam pembuatan suatu kebijakan yang menyangkut kepentingan bersama, sehingga semaksimal mungki kesalahan tersebut harus diminimalisir atau dihilangkan jika tidak ingin mendapatkan masalah pada tahap pengimplementasian dilapangan yang berdampak pada citra bruk para penentu kebijakan tersebut sekaligus kebijakan itu sendiri.

Kebijakan-kebijakan akan sekedar berupa impian atau rencana bagus yang tersimpan rapi dalam arsip jika tidak di implementasikan, oleh sebab itu implementasi kebijakan penuh dilakukan secara arif, bersifat situasional mengacu pada semangat kompetensi dan berkemanusiaan pemberdayaan, penerapan merupakan kemampuan untuk membentuk  hubungan-hubungan lebih lanjut dalam rangkaian sebab akibat yang menghubungkan tindakan dengan tujuan.
Cukup sulit untuk membuat suatu kebijakan public yang baik dan adil dan lebih sulit lagi untuk melaksanakannya dalam bentuk dan cara yang memuaskan semua orang . masalah lainya adalah kesulitan dalam memenuhi tuntutan berbagai kelompok yang dapat menyebabkan knflik yang mendorong berkembangnya pemikiran politk sebagai konflik.

Jadi titik sentral politk itu sebenarnya bicara tentang kebaikkan bagi public yang sesungguhnya adalah bagian kerja kita sebagai umat islam karenanya didalam Al-Qur’an kita dapat seruan Allah agar kita menjadi manusia Rabbani sebagaimana disampaikan “ tidak wajar bagi seorang manusia yang telah Allah berikan kepadanya Al-Qitab hikmah dan kenabian, lalu dia berkata kepada manusia “.  Hendaklah kamu menjadi penyembah-penyembahku, bukan penyembah Allah, akan tetapi dia berkata “ hendaklah kamu menjadi orang-orang yang Rabbani, karena kamu selalu mengajari Al-kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya (QS. Ali Imran : 79). Terkait dengan makna rabbani ini, apa penjelasannya sebagian masyarakat  masih memandang politik itu buruk? Menurut hemat saya setidaknnya ada dua factor yaitu kepahaman dan produktifitas, kepahaman diri maksudnya adalah adanya kemungkinan masyarakat yang kurang  memahami asal kedudukan asal politik, baik dalam tinjauan umum maupun agama. Sehingga definisi dan politik yang bias jadi adalah praktek-pratik  tidak terpuji yang dilakukan oleh sebagian  actor-aktor politik tertentu.
Resepsi negative  masyarakat tentang  politk dapat berdampak pada minimnya partisipasi dalam kegiatan politik atau hilangnya kepedulian orang-orang baik  kepada urusan politik adapun yang kami maksud produktifitas adalah bahwa semua proses politik yang berjalan harus politik yang terjadi. Semakin banyak masyarakat merasakan dampak positifnya kegiatan politik, semakin hormat masyarakat terhadap aktifitas-aktifitas politik dan pada gilirannya akan dapat menumbuhkan harapan public terhadap praktek politik yang sehat dan bermartabat. 


maaf apabila ada kesalahan penulisan
dan kesalahan nama serta kalimat
mohon masukkannya!!
thanks...!!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar